Oleh: Restu Rismawati
Bakteri adalah jenis mikroba yang mampu hidup di dalam dan di luar tubuh manusia. Hampir semua jenis bakteri kini telah menjadi lebih kuat dan tidak mempan terhadap antibiotik. Bakteri yang tergolong resistan terhadap antibiotik itu disebut dengan Multi Drug Resistant (MDR). Resistensi terhadap antibiotik menyebabkan bahaya besar bagi manusia karena infeksi yang semula mudah diobati dengan antibiotik kini menjadi sulit atau bahkan tidak dapat lagi diobati dengan antibiotik. Masyarakat sering mengira bahwa tubuh manusialah yang kebal terhadap antibiotik tertentu. Padahal sesungguhnya, mikrobalah dan bukan manusia, yang kebal terhadap antibiotik.
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus atau yang akrab disebut MRSA, sejak ditemukan epidemi pertamanya di Amerika Serikat pada 1968 hingga kini masih menjadi masalah utama infeksi. MRSA yang termasuk dalam emerging infectious pathogen ini bisa menyebar melalui kontak antara tenaga kesehatan yang terinfeksi atau memiliki kolonisasi (bertindak sebagai reservoir) dengan pasien di rumah sakit. Insiden MRSA dari tahun ke tahun terus meningkat. Vankomisin, obat yang selama ini diandalkan untuk MRSA, mulai tampak resisten. Dalam beberapa dekade belakangan, kasus infeksi MRSA terus meningkat di berbagai belahan dunia. Di Asia, prevalensi infeksi MRSA kini mencapai 70%. Sementara di Indonesia pada tahun 2006 prevalensinya sudah mencapai angka 23,5%. Bakteri ini banyak terdapat pada tempat-tempat kumuh, peternakan, dan rumah sakit, yang kebetulan merawat pasien dengan infeksi MRSA. Sejak 2005, survey medis di Amerika mencatat ratusan ribu orang telah terinfeksi MRSA dan 10% diantaranya meninggal dunia, sehingga disebutkan bahwa MRSA menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan dengan AIDS.
Gejala MRSA
Gejala MRSA sendiri tergantung di bagian mana Anda terinfeksi. Sebagian besar dikarenakan adanya infeksi ringan pada kulit, tapi bisa juga oleh infeksi kulit serius atau infeksi luka setelah operasi. Gejala biasanya ditandai dengan bengkaknya kulit yang terinfeksi, berupa benjolan merah dan kadang mengeluarkan nanah. Gejala awal pada bakteri ini adalah kulit yang terinfeksi memerah, bengkak, menjadi lembek, demam tinggi, merasakan sakit hebat pada titik tertentu. Bila diperhatikan sekilas penyakit ini mirip dengan bisul, yaitu berupa benjolan pada kulit disertai nanah. Bila Anda memilikinya maka sebaiknya Anda waspada dan memeriksakan diri ke dokter, karena bisa jadi Anda terserang Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) atau Superbug. Bakteri ini sudah kebal terhadap antibiotik kelas standar seperti penisilin, methicillin, dicloxacillin, nafcillin, oxacillin dan cephalosporins sehingga sulit diobati.
Jika sudah fatal bakteri ini akan memakan daging otot kita, bahkan jika sudah menjalar lebih parah maka akan menyerang organ vital seperti menggerogoti jantung, paru-paru, hati dll.
Penakluk MRSA
Meskipun bakteri yang terpapar antibiotika pada akhirnya memiliki resistensi yang cukup tinggi, tapi berkat penelitian dan kecanggihan teknologi medis, bakteri kebal tetap dapat dilenyapkan. Upaya menemukan antibiotika terbaru terus dilakukan dan tidak akan pernah berakhir. Karena sifat bakteri mudah beradaptasi maka pada suatu masa bakteri dapat menjadi kebal kembali. Saat ini mulai dikembangkan penggunaan platensimycin sebagai antibiotik yang mampu menangani penyakit yang diakibatkan oleh MRSA.
Platensimycin adalah metabolit dari Streptomyces platensis, yang merupakan contoh salah satu antibiotik alami yang memiliki struktur unik. Streptomyces platensis merupakan bakteri gram positif, memiliki filamen, dapat membentuk spora dan banyak ditemukan di tanah. Antibiotik yang dihasilkan dari Streptomyces platensis ini bekerja dengan menghambat enzim yang terlibat dalam pembentukan biosintesis asam lemak yang berperan dalam pembentukan membran sel bakteri sehingga efektif untuk menghambat sekaligus mematikan pertumbuhan bakteri ini di dalam sel/jaringan manusia yang terinfeksi.
Produksi antibiotik ini terus dilakukan hingga saat ini, dengan cara in vitro yaitu menggunakan teknik isolasi Streptomyces platensis berbasis polymerase chain reaction (PCR), sehingga dihasilkan suatu produk metabolit sekunder yang bersifat unggul dan dalam jumlah melimpah yaitu berupa antibiotik Platensimicyn.
Tentang Penulis: |
Restu Rismawati adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Untuk interaksi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi penulis melalui halaman kontak atau email : restu_rismawati@yahoo.com. . |
Artikel/konsultasi terkait:
0 komentar:
Posting Komentar