• Home
  • Edit
  • PERANAN HAWA DALAM PENGUSIRAN ADAM DARI SURGA ~ Berbagi Info

    Selasa, 27 Januari 2015

    PERANAN HAWA DALAM PENGUSIRAN ADAM DARI SURGA


    PERANAN HAWA DALAM PENGUSIRAN ADAM DARI SURGA
    Dr. Yusuf Qardhawi
    
    PERTANYAAN
    
    Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan
    penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang
    mendorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka
    terusir  dari  surga  dan  menyebabkan penderitaan bagi kita
    (anak cucunya) di dunia.
    
    Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan  kedudukan
    kaum  wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering
    dituding sebagai cikal bakal datangnya segala  musibah  yang
    terjadi  di  dunia,  baik  pada  orang-orang  dahulu  maupun
    sekarang.
    
    Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah
    dalam   Islam   dalil   yang   menunjukkan   hal  itu,  atau
    kebalikannya?
    
    Kami harap  Ustadz  berkenan  menjelaskannya.  Semoga  Allah
    memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.
    
    JAWABAN
    
    Pendapat  yang  ditanyakan  saudara  penanya,  tentang  kaum
    wanita -seperti ibu kita Hawa - yang harus bertanggung jawab
    atas  kesengsaraan  hidup  manusia,  dengan mengatakan bahwa
    Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan  buah  terlarang
    ...  dan  seterusnya,  tidak  diragukan lagi adalah pendapat
    yang tidak islami.
    
    Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian
    dan  tambahannya.  Ini  merupakan pendapat yang diimani oleh
    kaum  Yahudi  dan  Nasrani,  serta  sering   menjadi   bahan
    referensi  bagi  para  pemikir, penyair, dan penulis mereka.
    Bahkan tidak sedikit (dan ini  sangat  disayangkan)  penulis
    muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.
    
    Namun,  bagi  orang  yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur'an
    yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun  dalam
    beberapa  surat,  tidak  akan bertaklid buta seperti itu. Ia
    akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.
    
    1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu
       ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah
       berfirman:
       
       "Dan Kami berfirman, 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan
       istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
       banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
       kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
       orang-orang zalim.'" (al-Baqarah: 35)
       
    2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya
       dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan,
       sebagaimana difirmankan Allah:
       
       "Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
       dikeluarkan dari keadaan semula ..." (al-Baqarah: 36)
       
       Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai
       tipu daya dan bujuk rayu setan:
       
       "Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
       menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka
       yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak
       melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu
       berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang
       kekal (dalam surga).' Dan dia (setan) bersumpah kepada
       keduanya, 'Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi
       nasihat kepada kamu berdua.' Maka setan membujuk keduanya
       (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
       telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya
       aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan
       daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka,
       'Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
       berdua?' Keduanya berkata, 'Ya Tuhan kami, kami telah
       menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
       mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami
       termasuk orang-orangyang merugi.'" (al-A'raf: 20-23)
       
       Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama
       kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu,
       bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut
       ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus.
       Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang
       dipersalahkan - karena pelanggaran itu - pun adalah Adam.
       Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan
       pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa
       peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan
       Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.
       
       Allah berfirman:
       
       "Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,
       maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati
       padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami
       berkata kepada malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka
       mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami
       berkata, 'Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh
       bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai
       ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan
       kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan
       didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu
       tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas
       matahari didalamnya. 'Kemudian setan membisikkan pikiran
       jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, 'Hai Adam, maukah
       saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak
       akan binasa?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu,
       lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
       keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga,
       dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian
       Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan
       memberinya petunjuk." (Thaha: 115-122)
       
    3. Al-Qur'an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh
       Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum
       diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin
       mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa
       mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini
       telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang
       disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang
       membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan
       memakan buah terlarang.
       
       Firman Allah:
       
       "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
       'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
       bumi.' Mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan
       (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
       padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
       bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan
       befirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
       ketahui.' Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
       seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat
       lalu berfirman, 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
       jika kamu memang orang-orang yang benar?' Mereka menjawab,
       'Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
       apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
       Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.' Allah
       berfirman, 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama
       benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
       nama-nama benda itu, Allah berfirman, 'Bukankah sudah
       Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia
       langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
       apa yang kamu sembunyikan?'" (al-Baqarah: 30-33)
       
       Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s.
       bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan
       kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia
       karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu
       (lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi
       sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka
       alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan
       argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu
       sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk
       memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan
       ini tercantum dalam Taurat.
       
       Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama,
       bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada
       Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam
       Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan
       buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang
       dimasukkan orang ke dalam Taurat.
       
       Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi
       sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur
       dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh
       al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
       melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang
       dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah
       pasti terjadi.
       
    4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk
       berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu
       pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar
       larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan
       bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah
       untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang
       dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah
       menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum
       pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan
       tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.
       
       Para ulama berbeda pendapat mengenai "surga" Adam ini,
       apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang
       mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah "jannah"
       (taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah:
       
       "Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah)
       sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun
       (jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka
       sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari."
       (al-Qalam: 17)
       
       Dalam surat lain Allah berfirman:
       
       "Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang
       laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang
       kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi
       kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua
       kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu
       menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya
       sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua
       kebun itu." (al-Kahfi: 32-33)
       
       Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan
       dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris
       Sa'adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui
       lebih jauh masalah ini. Wallahu a'lam.
    
    -----------------------
    Fatwa-fatwa Kontemporer
    Dr. Yusuf Qardhawi
     
    sumber: http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Kontemporer/HawaUsir.html 

    0 komentar:

    Posting Komentar